![$rows[judul]](https://www.lantaran.com/asset/foto_berita/IMG-20250502-WA0001.jpg)
Lantaran.com,Banyuwangi-Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 dimaknai sebagai momentum refleksi oleh Mohammad Nur Fahmi Setyo Aji, Pengurus Cabang PMII Banyuwangi. Ia menyoroti maraknya fenomena tenaga pendidik yang lebih aktif di media sosial untuk mencari popularitas, ketimbang menjaga marwah profesi sebagai pendidik.
Dalam keterangannya, Fahmi menyatakan bahwa peringatan Hardiknas tidak seharusnya menjadi rutinitas ceremonial tahunan, melainkan momen untuk menengok ulang arah dan kualitas pendidikan bangsa. Menurutnya, era digital menuntut semua orang hadir secara daring, tetapi sayangnya hal ini justru dimanfaatkan sebagian tenaga pendidik untuk mengejar viralitas.
“Banyak guru yang viral bukan karena prestasi atau metode mengajarnya yang inovatif, tapi karena joget-joget TikTok yang lepas dari konteks dunia pendidikan,” tegas Fahmi.
Ia menekankan bahwa hal ini bukan tentang membatasi ekspresi atau menolak media sosial, melainkan mempertanyakan kembali tanggung jawab moral seorang guru sebagai teladan. Fahmi mengajak seluruh elemen pendidikan untuk mengembalikan marwah pendidik sebagai figur panutan dan penjaga akal sehat generasi muda.
“Guru adalah lentera, bukan selebritas. Ia adalah penjaga nilai dan karakter, bukan pengejar like dan viewer,” ujarnya.
Fahmi menambahkan bahwa media sosial bisa menjadi alat luar biasa untuk menyebarkan nilai-nilai pendidikan jika digunakan dengan bijak. Namun jika tidak, platform tersebut bisa menjadi panggung pencitraan kosong yang justru mengikis wibawa guru di mata siswa dan masyarakat.
Hardiknas 2025 ini, lanjutnya, harus menjadi momen untuk menghidupkan kembali semangat Ki Hajar Dewantara: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Fahmi menegaskan bahwa hanya guru yang bermartabatlah yang bisa menopang pendidikan yang kuat dan berkarakter.
Refleksi dari ini menjadi pengingat bagi semua pihak, bahwa pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tapi juga proses pembentukan moral dan karakter. Untuk itu, keteladanan dari para guru harus kembali menjadi pijakan utama dalam membangun masa depan bangsa.